20 Februari 2008

FEMINISME, IDEALISME DAN FENOMENOLOGI

FEMINISME DIPANDANG DARI SUDUT PANDANG FILSAFAT ALIRAN IDEALISME DAN FENOMENOLOGI EDMUND HUSSERL


Feminisme

Menurut Kamla Bashin dan Nighat Said Khan (dua orang feminis dari Asia Selatan), feminise memiliki pengertian yang luas, yaitu suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan (diskriminasi) terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut. Selain sebagai sebuah gerakan, feminisme juga menjadi metode analisis (cara pandang) dalam menilai keberadaan wanita dalam sebuah masyarakat. Perbincangan tentang feminisme pada umumnya merupakan perbincangan tentang bagaimana pola relasi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, serta bagaimana hak, status, dan kedudukan perempuan di sektor domestik dan publik.

Pada abad 18 sering muncul tuntutan agar perempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal.

Feminisme Ditinjau dari Paham Idealisme

Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa. ide-ide dan pikiran atau yang sejenis dengan itu. Idealisme menurut G. Watts Cunningham, adalah: suatu ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukkan agar kita dapat memahami materi atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakekatnya yang terdalam, maka ditinjau dari segi logika kita harus membayangkan adanya jiwa atau roh yang menyertainya dan yang dalam hubungan tertentu bersifat mendalami hal-hal tersebut. Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato. yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu. Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu.

Seperti yang telah dibahas diatas, feminisme memiliki arti yang luas, feminisme dapat diartikan sebagai “diskriminasi” terhadap kaum perempuan, dan kemudian feminisme juga diartikan sebagai sebagai bentuk perhatian untuk memecahkan masalah diskriminasi tersebut.

Dalam kaitannya dengan kesetaraan gender, Kahlil Gibran dengan bijak mengatakan, bahwa diciptakannya perempuan dari tulang rusuk laki-laki merupakan simbol kesejajaran antara dua makhluk yang berlainan. Kata Gibran, perempuan tidak diciptakan dari atas kepala untuk disanjung, bukan pula diciptakan dari bawah kaki untuk dihina atau dilecehkan martabatnya, tetapi diciptakan dari tulang rusuk laki-laki untuk dilindungi hak-haknya, menjadi kawan hidup kaum Adam. Simbolisasi yang digambarkan Gibran di atas adalah deskripsi hubungan yang ideal antara laki-laki dan perempuan, yang seharusnya dapat dibangun untuk membentuk harmoni kehidupan. Karena laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling bergantung dan saling melengkapi kekurangan dari kelebihan masing-masing. Akan tetapi realitas yang kita hadapi berbicara lain, posisi kesejajaran yang digambarkan Gibran jarang kita temui, yang justru mendominasi adalah adanya ketimpangan. Tak dapat diingkari bahwa dalam faktanya, wanita memang menghadapi problema. Dan kita membutuhkan pandangan yang jernih untuk menganalisis bagaimana memecahkan problema tersebut. Dahulu wanita tidak disetarakan dengan laki-laki dalam hal pendidikan hingga politik. Wanita tidak diperbolehkan untuk menempuh pendidikan (sekolah), kegiatan ekonomi, social dan politik. Sehingga wanita menjadi kaum yang tertindas, dan selalu berada dibawah ketiak kaum laki-laki. Walalupun dalam sebuah rumah tangga memang sudah menjadi kodrat wanita bahwa hak dan martabatnya berada dibawah laki-laki (suami). Namun yang dituntut disini adalah kesetaraan hak dalam bidang pendidikan, hukum, politik, dsb, sehingga wanita dapat beraktualisasi diri sesuai dengan kodratnya.

Hal ini dapat dibahas dengan paham idealisme, paham idealisme menganggap bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa. ide-ide dan pikiran. Penganut idealisme sepakat bahwa dunia dan seluruh isinya termasuk manusia mempunyai makna, termasuk seorang wanita (Jadi wanita harus memiliki makna/arti yang lebih daripada hanya sekedar menjadi “ekor” kaum laki-laki). Tetapi yang dinamakan makna tadi harus senantiasa terdapat di dalam sutau sistem yang merupakan kebulatan yang logis/spiritual (Sistem disini tak luput dari kodrat kaum wanita).

Kemudian berdasarkan ide-ide dan pemikiran, serta diperkuat oleh kitab suci Al-Qur’an, maka Islam membagi peran wanita ke dalam dua bagian. Yang pertama adalah peran domestic. Peran ini adalah peran wanita di dalam rumah baik sebagai seorang istri bagi suami maupun sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya. Peran ini menuntut wanita untuk tetap berada di rumah, melaksanakan segala kewajiban yang berkaitan dengan urusan domestic seperti merawat dan mendidik anak, melayani suami, mengurus pekerjaan rumah tangga, mengatur keuangan dan lain sebagainya. Peran yang kedua adalah peran publik. Peran ini adalah peran wanita di luar rumah. Peran ini menuntut wanita untuk beraktivitas di luar rumah. Menjalankan fungsinya sebagai anggota masyarakat, berinteraksi sosial, hingga untuk menempuh pendidikan. Wanita boleh memiliki profesi, mengaktualisasikan diri. Akan tetapi jika kedua peran tersebut bertentangan maka wajib bagi wanita untuk memilih peran public, karena (kembali kepada kodrat wanita) tugas utama seorang wanita adalah menjadi seorang istri dan seorang ibu. Wanita dilarang berkarier di luar rumah jika ia tidak diijinkan oleh suaminya dengan alasan karier tersebut membuatnya lalai dari tanggung jawab terhadap suami dan anak-anak.

Feminisme Ditinjau dari Fenomenologi Edmund Husserl

Fenomenologi yang dirumuskan oleh Husserl juga dapat digunakan untuk menganalisis pengalaman perempuan. Fenomenologi bisa digunakan untuk memaparkan dunia kehidupan dari kaum perempuan. Di dalam dunia kehidupan ini, setiap orang menciptakan realitas simbolik maupun realitas sosial mereka, dan mewarisi keduanya dari generasi yang hidup sebelum mereka.

Husserl melihat benda-benda sebagai benda-benda dan tidak sebagai gejala kesadaran saja. Yang muncul dalam kesadaran ialah gejala (phenomenon). Inilah yang disebut Husserl sebagai reduksi fenomenologis. Jika kita meninjau kasus perempuan maka, reduksi fenomenologisnya adalah feminisme.

Reduksi kedua yang dikemukakan Husserl adalah reduksi eidetis. Reduksi eidetis memandang bagaimana terjadinya suatu gejala yang dikemukakan reduksi fenomenologis tersebut. Dalam feminisme, diskriminasi terhadap kaum perempuan dan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan merupakan reduksi eidetis.

Selanjutanya reduksi ketiga adalah reduksi dari dunia biasa yang penuh hasil kebudayaan menjadi dunia umum untuk semua orang. Dalam reduksi ini, ego yang transedental melihat esensi-esensi yang umum tersbeut. Dalam feminisme, reduksi ketiga ini merupakan hasil akhir dari perjalanan feminisme. Yaitu, perjuangan kaum wanita untuk memperoleh kesetaraan gender.

Hasil dari ketiga reduksi itu, Husserl mencoba mencapai hal-hal yang menjadi dasar, mencapai realitas yang eviden dan nyata. Tujuan dari reduksi-reduksi tersebut dalam feminisme ialah, terbentuknya 2 peran yang dimiliki oleh wanita. Yang pertama adalah peran domestic. Peran ini adalah peran wanita di dalam rumah baik sebagai seorang istri bagi suami maupun sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya. Peran ini menuntut wanita untuk tetap berada di rumah, melaksanakan segala kewajiban yang berkaitan dengan urusan domestic seperti merawat dan mendidik anak, melayani suami, mengurus pekerjaan rumah tangga, mengatur keuangan dan lain sebagainya. Peran yang kedua adalah peran publik. Peran ini adalah peran wanita di luar rumah. Peran ini menuntut wanita untuk beraktivitas di luar rumah. Menjalankan fungsinya sebagai anggota masyarakat, berinteraksi sosial, hingga untuk menempuh pendidikan. Wanita boleh memiliki profesi, mengaktualisasikan diri. Akan tetapi jika kedua peran tersebut bertentangan maka wajib bagi wanita untuk memilih peran domestic.

14 Februari 2008

HELPING SKILLS FOR UNDERSTANDING

Keterampilan Untuk Memahami Orang Lain

1. Listening Skills (Keterampilan Mendengarkan)

Mendengarkan adalah suatu aktivitas yang sangat aktif dalam merespon semua pesan. Sebagai helper, mendengarkan tidak hanya mendengarkan kata-kata helpee tetapi juga melihat bahasa tubuh helpee.

Keterampilan mendengarkan meliputi:

  1. Attending (Memperhatikan), meliputi:

· Kontak melalui mata. Kontak mata merupakan salah satu sarana untuk melakukan komunikasi. Dari kontak mata dapat diketahui tentang perasaan seseorang dan dapat diperoleh pesan non verbal. Dalam kontak mata perlu memperhatikan jarak antara helper dan helpee, agar helpee merasa nyaman.

· Sikap badan. Helper perlu bersikap santai agar dapat berempati terhadap apa yang dirasakan oleh helpee. Sikap helper yang tegang akan mengubah perhatian helpee, sehingga helpee akan ikut tegang.

· Gesture/gerak isyarat. Komunikasi dapat meliputi gerakan-gerakan badan. Pesan bisa dikirimkan oleh helpee melalui gerakan-gerakan isyarat dan sikap badan.

· Verbalisasi dari helper. Yang dikatakan oleh helper berhubungan dengan apa yang dikatakan oleh helpee. Helper menegaskan pernyataan dari helpee dan megambil intinya. Suatu penegasan dapat membantu helpee untuk bercerita lebih banyak, seperti “saya tahu maksud anda”.

  1. Paraphasing (Menyusun pesan)

Paraphasing adalah suatu metoda untuk mengemukakan kembali pesan-pesan helpee secara mendasar. Helper menyimpulkan data-data dari apa yang dikatakan oleh helpee ke dalam kata-kata yang lebih tepat dengan mengulangi pesan-pesan dari helpee tanpa menambahkan ide-ide baru. Petunjuk untuk melakukan Paraphasing: (a) Mendengarkan dasar pesan dari helpee; (b) Menyatakan kembali secara singkat apa dasar dari pesan helpee; (c) Mengamati suatu isyarat, atau meminta suatu respon dari helpee untuk menegaskan atau menolak keakuratan dan kegunaan dari paraphrase untuk lebih memahami helpee.

  1. Clarifying (Menjelaskan)

Menjelaskan akan membawa dari topic yang tidak jelas ke topic yang lebih jelas. Dengan clarifying akan didapat pernyataan yang jelas dan singkat dari helpee. Petunjuk untuk melakukan Clarifying: (a) Mengakui adanya kebinguangan dari maksud helpee; (b) Mencoba menguraikan dengan cara lain atau meminta kejelasan, mengulangi atau menjelaskan.

  1. Perception checking

Merupakan aktivitas bertanya untuk memperoleh umpan balik dari helpee tentang ketepatan dari apa yang helper dengar. Perception checking yang sering akan membantu dalam membentuk komunikai yang terarah. Pedoman untuk perception checking: (a) Ungkapkan kembali apa yang didengar dan dipikirkan dengan kata-kata/kalimat yang lain; (b) Bertanya secara langsung untuk memastikan ketepatan dari apa yang didengar; (c) Biarkan helpee membenarkan persepsi helper jika tidak tepat.

2. Leading Skills (Keterampilan Mengarahkan)

Tujuan Leading (mengarahkan) adalah: Mendorong helpee berespon untuk memulai pembicaraan, Mendorong helpee untuk mengeksplorasi dan menguraikan perasaannya, Membiarkan helpee mengolah perasaannya dalam berbagai arah yang bervariasi dan berespon secara bebas terhadap apa yang sedang berlangsung, dan Mendorong helpee untuk aktif dalam proses wawancara dan menerima tanggung jawab dalam proses itu.

Keterampilan mengarahkan meliputi:

  1. Indirect leading (Pengarahan tidak langsung)

Tujuannya adalah agar helpee mau memulai dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan wawancara. Pedoman untuk Indirect leading: (a) Menentukan tujuan pengarahan yang jelas; (b) Menjaga pengarahan tetap umum dan samar-samar; (c) Memberi waktu bagi helpee untuk mencernakan pengarahan itu.

  1. Direct leading (Pengarahan langsung)

Adalah metode untuk memusatkan topic secara lebih spesifik. Metode ini juga membantu helpee menguraikan, menjelaskan atau menggambarkan apa yang telah mereka katakan. Pedoman untuk Direct leading: (a) Menentukan tujuan pengarahan; (b) Mengekspresikan tujuan dalam kata-kata untuk memperoleh penjelasan yang spesifik; (c) Membiarkan helpee bebas mengikuti pengarahan helper.

  1. Focusing (memusatkan)

Pemusatan pembicaraan tentang suatu pokok bahasan yang menurut helper akan bermanfaat. Focusing cenderung mengurangi kebingungan, difusi dan kekaburan helpee. Pedoman untuk Focusing: (a) Gunakan perasaan helpee sebagai arah pemusatan pembicaraan; (b) Bersiaga terhadap umpan balik dari helpee tentang topic yang diprioritaskan; (c) Bantu helpee untuk melihat dengan jelas perasaan yang tersembunyi selama diskusi.

  1. Questioning (Bertanya)

Pedoman untuk Qoestioning: (a) Pertanyaan terbuka dan tidak dapat dijawab iya atau tidak; (b) Pertanyaan memancing perasaan helpee dan bukan untuk memperoleh informasi.

3. Reflecting Skills

Merupakan cara untuk menyatakan kepada helpee bahwa helper berada pada kerangka pemikiran yang sama dan menaruh perhatian penuh. Tujuan utama Reflecting adalah untuk mengerti pengalaman helpee dan mengatakan kepadanya bahwa helper memcoba mempersepsi dunia sama seperti helpee.

Tiga area dari Reflecting, yaitu:

  1. Reflecting feelings

Tujuannya adalah untuk memusatkan pada perasaan. Helpee seringkali tidak dapat mengungkapkan perasaannya, sebab perasaan lebih tak dikenal dibandingkan dengan emosi.

  1. Reflecting experience

Refleksi ini menguraikan umpan balik yang mengindikasikan keluasan observasi helper.

  1. Reflecting content

Merupakan suatu pengulangan kata pokok gagasan dari helpee. Reflecting content digunakan untuk memperjelas gagasan yang dusampaikan helpee. Helper dapat membantu menggambarkan gagasan yang hendak disampaikan helpee dengan cara memberikan penekanan pada kata-kata kunci.

Pedoman untuk Reflecting: (a) Baca keseluruhan pesan, keadaan perasaaan, non verbal body; (b) Pilih content dan feeling yang memenuhi tujuan pemahaman pada proses menolong; (c) Gambarkan pengalaman yang dirasakan.

4. Summarizing Skills (Keterampilan Merangkum)

Keahlian merangkum meliputi atensi pada apa yang dikatakan helpee (content), bagaimana ia berkata (perasaan), tujuan, waktu serta efek dari pernyataan (proses). Maksud utama dari merangkum adalah memperlihatkan pada helpee pergerakan perasaan dalam mengeksplorasi ide dan perasaannya sebagaimana peningkatan kesadarannya dalam belajar dan pemecahan masalah. Efek dari merangkum adalah menenangkan helpee, dan helper dapat mengetahui ketepatan persepsinya terhadap spectrum dari pesan yang disampaikan helpee. Pedoman untuk Summarizing: (a) Ikuti variasi tema dan nada emosional dari pembicaraan helpee; (b) Meletakan bersama-sama gagasan dan perasaan dalam kalimat pokok sebagai dasar pemaknaan; (c) Jangan menambah ide baru untuk merangkum; (d) Tentukan apakah lebih membantu, menyatakan rangkuman helper atau menanyakan pada helpee rangkuman tema-tema, persetujuan atau rencananya.

5. Confronting Skills (Keterampilan Konfrontasi)

Gagasan dan konfrontasi ini adalah untuk mendapat pengakuan secara jujur dan langsung; untuk menunjukkan apa yang akan terjadi dan diduga akan terjadi.

Keterampilan konfrontasi ini mengandung resiko, salah satunya adalah penolakan helpee untuk melakukan komunikasi secara terbuka. Hal ini tergantung pada kesiapan helpee untuk dihadapkan dengan feedback yang jujur.

Pembentukan konfrontasi meliputi sejumlah keterampilan menolong yang kompleks, terdiri dari:

a. Recognizing feeling

Pengakuan perasaan dalam diri seseorang sebagai helper. Kemampuan seseorang untuk mengakui dan menanggapi perasaan helpee didasari oleh kemampuan untuk mengakui perasaannya sendiri. Helper harus mempunyai dua penilaian, yaitu apakah kejengkelan merupakan petunjuk problem yang tengah dihadapi atau hal ini hanya merupakan reaksi yang wajar terhadap apayang dikatakan helpee.

b. Describingand sharing feeling

Gambarkan perasaan dalam diri seseorang dan berbagi rasa dengan helpee. Helper membantu memberikan gambaran bagaimana helper merasakan perasaan dalam diri helpee. Hal ini merupakan suatu model bagi helpee untuk mengakui dan menyampaikan perasannya. Adanya kepercayaan bergantung pada keterbukaan dalam berbagi rasa. Helper dapat mempercepat proses pembangunan kepercayaan melalui berbagi rasa tentang perasaan dirinya. Keterbatasan dari penyampaian perasaan secara bebas oleh helpee, akan menyebabkan mereka merasa tidak perlu menyelesaikan masalahnya. Kebanyakan helpee melakukan pertahanan diri untuk mencegah diri menyatakan perasaan lebih dari toleransi yang dimilikinya. Helper harus peka untuk mengetahui kapan kapan helper banyak melakukan defence (ketika tingkah laku helpee memburuk, dan dalam waktu lama melakukan katarsis emosional).

c. Feeding back and opinion (umpan balik dan pandapat)

Pemberian umpan balik dalam bentuk pendapat tentang tingkah lakunya. Helper memberi informasi dalam bentuk opini dan reaksi kepada orang yang meminta bantuan, sehingga helpee memiliki ide yang lebih baik tentang bagaimana berperilaku, dan mereka dapat menggunakan informasi ini untuk merubah tingkah lakunya. Pedoman untuk melakukan feedback: (a) Berikan pendapat dalam bentuk feedback pada saat helpee siap. Ketika helpee tidak siap hanya akan membangkitkan perlawanan, kemarahan, atau penolakan, karena hal itu tidak sesuai dengan alur pendapat helpee; (b) Gambarkan suatu tingkah laku sebelum memberikan reaksi. Helper seringkali sulit untuk menentukan kapan feedback itu merupakan proyeksi dari masalah pribadi dan kapan hal itu merupakan reaksi yang didapat dari helpee. Feedback harus diberikan secara hati-hati dan dengan pemahaman yang jelas. Dengan menjaga reaksi yang bersifat deskriptif daripada yang evaluatif, membuat helpee bebas menggunakan reaksi-reaksi tersebut sebagaimana adanya; (c) Berikan feedback dalam bentuk pendapat tentang tingkah laku bukan keputusan tentang person; (d) Berikan feedback mengenai kapasitas yang dimiliki untuk berubah; (e) Feedback diberikan dalam kadar yang kecil, sehingga helpee dapat mengalami secara penuh pengaruh dari reaksi helper; (f) Feedback hendaknya merupakan bentuk respon terhadap tingkah laku yang spesifik yang terjadi saat itu, bukan terhadap urusan emosional yang belum selesai pada masa lampau; (g) Helper hendaknya meminta helpee untuk menanggapi feedback.

d. Meditating

Suatu bentuk penekanan dan penjelasan. Meditasi membuka kemungkinan bagi kesadaran diri dalam relasi dengan dunia, yang merupakan suatu proses yang berbeda dari proses sensori yang biasa disadari. Helpee yang berganti-ganti topic dan yang kesulitan merasakan perasaan mereka, dapat ditolong melalui beberapa jenis meditasi. Helper dapat meminta helpee untuk berhenti bicara, menutup mata, memperoleh posisi yang nyaman, dan dalam beberapa saat helper dapat meminta helpee untuk menfokuskan diri pada pernafasan, bagaimana mereka menghirup dan menghela nafas dan membiarkan lompatan ide-ide melintasi kesadaran mereka yang mulai memudar.

e. Repeating (pengulangan)

Suatu bentuk penekanan dan penjelasan. Helpee hanya diminta mengulangi satu kata, frase, atau kalimat pendek dalam satu waktu. Tujuannya adalah untuk membangkitkan perasaan yang dihubungkan dengan berbagai kata. Helper meminta helpeeuntuk mendengarkan apa yang ucapkan secara emosional melalui pengulangan-pengulangan. Kemudian mereka mendiskusikan perasaan-perasaan yang diendapkan atau perasaan yang keluar. Dengan pengulangan, helpee dapat membuka tabir perasaan yang tidak jelas dan topic yang tetap pun akan berubah, ini akan menimbulkan perasaan-perasaan yang mendalam.

f. Associating

Suatu metode untuk memperoleh sentuhan perasaan. Helpee dianjurkan untuk mengatakan apapun yang terlintas dalam kesadaran. Tujuannnya adalah agar helpee terbebas dari pernyataan-pernyataan yang tidak tepat, logic, direncanakan, dan lebih kepada perasaan-perasaan yang tidak jelas dan tidak logic. Hasil utama yang diharapkan adalah suatu kebebasan dari perasaan sehingga helpee dapat berdiskusi langsung. Pedoman keterampilan asosiasi: (a) Meminta helpee mengatakan apa yang hadir dalam kesadarannya; (b) Jelaskan bahwa loncatan ide-ide tidak perlu bersifat logic atau konsisiten; (c) Gunakan akibat-akibat untuk menolong helpee mengeksplorasi labih lanjut perasaannya atau diskusikan akibat dari asosiasi mereka; (d) Sebagai suatu variasi, ambilah satu kata dengan kemungkinan adanya unsure emosional yang signifikan dari penyataan helpee dan mereka untuk mengatakannya secara bebas semua pemikiran dan perasaan yang terbangkitkan oleh kata tersebut secepat pikiran dan perasaan itu hadir.

6. Interpreting Skills (Keterampilan Menginterpretasi)

Menginterpretasi adalah proses aktif helper untuk menerangkan arti kejadian-kejadian kepada helpee sehingga mereka dapat melihat masalahnya dalam cara yang baru. Tujuan utamanya adalah mengajar helpee untuk mengartikan sendiri kejadian-kejadian hidupnya. Interpretasi kadang-kadang diberikan dalam rumusan beberapa teori khusus tentang kepribadian yang dikuasai helper. Biasanya diungkapkan sebagai hipotesa atau dugaan tentang apa yang terjadi. Menginterpretasi berarti helper mengarahkan helpee untuk mencari pengertian dan persepsi yang lebih luas mengenai perasaan mereka. Tujuan dari seluruh interpretasi adalah interpretasi diri oleh helpee dan meningkatkan kemampuan helpee untuk bertindak efektif.

a. Interpretive questions (Penafsiran pertanyaan)

Beberapa interpretasi dilakukan dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan yang menyatakan (secara tidak langsung) kualitas sementara pernyataan dan membuat interpretasi dengan sedikit resiko untuk helper.

b. Fantasy and metaphor

Cara lain mengenal interpretasi adalah bentuk fantasi (day dream), dan penggunaan bahasa gambar metafora. Interpretasi terdapat pada suatu kontinum dari refleksi helper berada pada tingkat pemahaman dan perasaan helpee, keterangan teoritis tidak dapat melalui interpretasi lebih lanjut. Interpretasi ini belum menggali lebih dalam lagi psikis helpee dan memunculkan insight brillian untuk membuka mesteri kepribadiannya. Pedoman interpreasi meliputi: (a) Carilah pesan pokok yang dikemukakan oleh helpee; (b) Ungkapan kembali pesan itu kepada helpee; (c) Tambahkan pemahaman helper; (d) Gunakan bahasa yang sederhana dan setaraf dengan pesan utama tersebut; (e) Perkenalkan gagasan helper sebagai gagasan sementara.

7. Informing Skills (Keterampilan Memberikan Keterangan)

Penyaringan terhadap informasi perlu mendapatkan perhatian, karena terkadang keterangan yang tidak perlu bagi helpee diberikan.

Advising (Menasehati)

Memberi nasehat adalah aktivitas helper memberikan informasi. Helpee mengharapkan pernyataan dalam nada menasehati atas apa yang telah terjadi, seringkali mempercayai peran helper sebagai seorang ahli. Namun tak jarang helpee mempermasalahkan helper karena nasehat yang diberikan tidak mampu memecahkan masalahnya.


06 Februari 2008

OBSESI OH OBSESI

Banyak cerita kenapa kita terobsesi sama seseorang. Ada yang bilang aneh dan nggak penting, tapi ada juga yang bilang harus diingat dan dipertahanin. Nih ada beberapa cerita tentang obsesi.

Cerita si A:

“Gue pernah duduk sebelahan ma cowok di bis jurusan Jakarta-Denpasar. 28 jam kita duduk dan ngobrol-ngobrol. Awalnya sih ngerasa biasa aja, tapi kebayang ga sih, 28 jam tuh ga sebentar kan? Jadi lama-lama gue ngerasa ada perasaan yang nggak biasa. Trus yang bikin tambah deg-degan, pas gue lagi tidur tiba-tiba cowok itu megang tangan gue. Itu pertemuan pertama dan terakhir. Tapi pengen ketemu lagi…!!!”

Cerita si B:

“Nih cerita gue 4 tahun yang lalu. Dulu tiap jam 2 siang gue suka lewat jl. Adipura, dan kadang-kadang berenti di seberang rumah no.26. Ngapain? Agak bodoh tapi nyata, ya sengaja buat nungguin cewek itu pulang sekolah. Nah kalo dia udah masuk rumahnya, gue baru pergi. Hampir tiap hari selama sebulan gue ngelakuin itu, tapi cewek itu ga pernah nyadar dan sampe sekarang gue ga tau namanya. Kenapa? Soalnya dia selalu dianter pulang sama cowoknya. Nasib-nasib jadi Secret Admirer.”

Cerita si C:

“Temennya kakak gue suka maen kerumah. Gue sering bukain dia pintu dan pernah bikinin dia minum. Tapi kita ga pernah ngobrol, bahkan buat kenalan aja ga pernah. Gue sampe bosen kenapa temen kakak gue itu sering kerumah tapi ga pernah ngajakin gue ngobrol, padahal gue ngarep diajakin ngobrol soalnya ganteng. Hehe… sampe suatu hari kakak gue ngomong “dia tuh tiap kesini pasti nanyain kamu!” Uuuuh senengnya… kapan ya dia kerumah lagi? Pengen lebih dari sekedar ‘ditanyain’. Hehehe..”

Cerita si D:

“Gue udah tunangan dan sayang banget sama calon istri gue itu. Tapi gue suka berdoa kaya gini “Tuhan. Kalau tunangan saya ini bukan jodoh saya. Saya mau nikah sama si X.” Si X ini tuh temen semasa SMA gue yang sekarang gue ga tau dia dimana.”

Cerita si E:

“Gue naksir cewek sejak pandangan pertama. Cewek itu menarik banget, tapi sayang dia udah punya pacar, dan lebih disayangkan lagi pacarnya adalah temen sekostan gue. Makin hari gue makin tertarik sama cewek itu. Tapi disisi lain gue ga enak sama temen gue, sampe-sampe gue niat pindah kostan. Tapi pas gue pikir-pikir, kalo gue pindah kostan ntar gue nggak ketemu ma cewek itu lagi dong, trus langkah gue buat ngedeketin cewek itu hilang. Ahirnya gue putusin buat ga pindah kostan dengan alasan masih pengen berjuang secara sportif buat dapetin pacarnya temen gue itu. Hahaha…”